BPISUMBARNEWS – Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia tahun 2023 mengungkapkan dugaan praktik korupsi yang merugikan negara dalam perjalanan dinas anggota DPRD Kota dan Kabupaten di Sumatera Barat, serta DPRD Provinsi.
Dalam laporan tersebut, BPK mencatat adanya penyimpangan signifikan dalam pengelolaan anggaran perjalanan dinas, termasuk penggunaan dana yang tidak sesuai dengan ketentuan dan penggelembungan biaya. Hal demikian sangat merugikan Keuangan Negara yang dihambur-hamburkan, yang mana bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih mendesak bagi masyarakat. Beberapa rincian praktik Korupsi Perjalanan Dinas pada Sekretariat DPRD adalah sebagai berikut:
- DPRD Sumatera Barat: Kelebihan pembayaran biaya penginapan sebesar Rp 417.984.700,00.
- DPRD Kabupaten Solok
- Kelebihan Pembayaran Biaya Penginapan sebesar Rp 1.089.948.950,00.
- Pembayaran Uang Harian Melebihi Standar sebesar Rp 3.355.000,00.
- Pelaksanaan Perjalanan Dinas Tidak Hadir sebesar Rp 54.782.000,00.
- DPRD Kabupaten Sijunjung
- Kelebihan Pembayaran Biaya Penginapan sebesar Rp 689.824.790,00.
- Kelebihan Pembayaran Biaya Penginapan Tidak Sesuai mencapai Rp 798.014.157,22.
- Pembayaran Tiket Pesawat yang Tidak Valid sebesar Rp 34.878.071,00.
- Tumpang Tindih Penugasan sebesar Rp 1.725.000,00.
- DPRD Kota Padang
- Biaya penginapan yang melebihi tarif resmi sebesar Rp 1.587.327.000,00.
- Pelaksana perjalanan dinas yang tercantum dalam dokumen pertanggungjawaban tidak menginap di hotel yang ditentukan. Hal ini menyebabkan pembayaran perjalanan dinas yang tidak sesuai dengan kondisi senyatanya, dengan total selisih yang mencapai Rp 1.775.904.077,00.
- DPRD Kota Bukittinggi
- Pertanggungjawaban biaya penginapan perjalanan dinas tidak sesuai kondisi senyatanya sebesar Rp 65.825.080,00.
- Kelebihan pembayaran biaya perjalanan dinas sebesar Rp 4.051.400,00 atas surat tugas yang tumpang tindih.
- Pembayaran biaya perjalanan dinas tidak sesuai dengan jumlah hari penugasan sebesar Rp 275.182.533,00.
- Pembebanan biaya penginapan lebih tinggi dari tarif resmi yang berlaku sebesar Rp 328.530.000,00.
- DPRD Kabupaten Pesisir Selatan
- Kelebihan pembayaran atas biaya penginapan lebih tinggi dari tarif resmi hotel sebesar Rp 3.241.008.000.
- Kelebihan pembayaran atas biaya penginapan sebesar Rp 896.271.500.
- DPRD Kabupaten Padang Pariaman
- Kelebihan pembayaran biaya penginapan kepada Kepala Pelaksana Perjalanan Dinas yang terkonfirmasi tidak menginap sebesar Rp 107.105.800,00.
- Kelebihan pembayaran biaya penginapan kepada Pelaksana Perjalanan Dinas yang tidak sesuai biaya rill penginapan dan jumlah hari menginap sebesar Rp 1.361.305.000,00.
- DPRD Kabupaten Lima Puluh Kota
- Kelebihan Pembayaran Belanja Perjalanan Dinas yang tidak dilakukan sesuai Surat Perintah Tugas sebesar Rp 99.371.700,00.
- DPRD Kabupaten Agam
- Pembayaran yang tidak diakui menginap/berbeda dengan data hotel sebesar Rp 432.165.000,00.
- Pertanggungjawaban Belanja Perjalanan Dinas tidak sesuai kondisi senyatanya sebesar Rp 3.629.385.000,00.
- DPRD Kota Pariaman
- Perjalanan Dinas terindikasi tidak dilaksanakan/fiktif sebesar Rp 87.344.800,00.
- Perjalanan Dinas yang dipertanggungjawabkan tidak sesuai dengan ketentuan sebesar Rp 67.199.445,00.
- DPRD Kota Payakumbuh
- Kelebihan pembayaran akomodasi biaya hotel sebesar Rp 201.150.000,00.
- Kelebihan tarif pembayaran uang harian paket fullboard sebesar Rp 25.920.000,00.
- Kelebihan pembayaran uang harian dan uang representasi sebesar Rp 6.250.000,00.
- DPRD Pasaman Barat
- Kelebihan pembayaran Perjalanan Dinas tidak sesuai hari penugasan sebesar Rp 68.239.700,00.
- Pertanggungjawaban pembayaran biaya taksi tidak sesuai kondisi senyatanya sebesar Rp 44.160.000,00.
- DPRD Kabupaten Solok Selatan
- Kelebihan pembayaran Perjalanan Dinas sebesar Rp 649.574.160,00.
- DPRD Kabupaten Dharmasraya
- Pertanggungjawaban biaya penginapan tidak sesuai kondisi senyatanya sebesar Rp 2.189.221.800,00.
- Kelebihan pembayaran biaya penginapan atas pelaksana perjalanan dinas yang terkonfirmasi tidak menginap sebesar Rp 1.708.257.100,00.
- DPRD Kota Solok
- Kelebihan pembayaran perjalanan dinas tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 165.901.400,00.
- DPRD Kota Padang Panjang
- Belanja perjalanan dinas tidak sesuai kondisi senyatanya sebesar Rp 3.667.770.700,00.
- DPRD Kabupaten Pasaman
- Pembayaran biaya penginapan atas pelaksana perjalanan dinas yang tidak menginap sebesar Rp 357.508.900,00.
- Pertanggungjawaban biaya penginapan lebih tinggi dari harga yang dbayarkan kepada pihak penginapan sebesar Rp 1.108.685.940,00.
- Pembayaran belanja perjalanan dinas yang tidak dilaksanakan sebesar Rp 82.626.000,00.
- Pertanggungjawaban biaya transportasi tidak sesuai kondisi senyatanya sebesar Rp 5.920.000,00.
- Pembayaran belanja perjalanan dinas tumpang tindih degan pelaksanaan kegiatan lain sebesar Rp 25.851.000,00.
- Pembayaran belanja perjalanan dinas tidak sesuai dengan jumlah hari pelaksanaannya sebesar Rp 164.437.000,00.
- DPRD Kabupaten Kepulauan Mentawai
- Kelebihan pembayaran transportasi darat luar daerah sebesar Rp 100.320.000,00.
- Kelebihan pembayaran uang representasi sebesar Rp 12.500.000,00.
- Kota Sawahlunto
– Kelebihan pembayaran biaya transport yang tidak sesuai ketentuan
sebesar Rp30.224.000,00.
Dari seluruh dugaan tindak pidana korupsi perjalanan dinas di Sekretariat DPRD di atas, tidak ditemukan kasus serupa pada DPRD Kabupaten Tanah Datar.
Ketua DPW BPI KPNPA RI Sumbar, Drs. H. Marlis, M.M. menyoroti penyalahgunaan Keuangan Negara yang hampir terjadi di seluruh lingkungan DPRD di Provinsi Sumatera Barat sebagai sebuah kerusakan moral para oknum Anggota DPRD.
“Ini adalah gambaran rusaknya DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sumatera Barat dalam penyelewengan Anggaran Perjalanan Dinas. Berdasarkan LHP BPK RI 2023, ternyata terjadi modus yang hampir sama pada dugaan korupsi perjalanan dinas di Sekretariat DPRD, seperti kelebihan pembayaran biaya hotel, pelaksana tidak menginap, penggelembungan biaya transportasi, dan lain-lain,” tuturnya.
Marlis mengungkapkan bahwa fenomena ini hampir terjadi di seluruh daerah.
“Ini tentu menjadi pertanyaan bagi masyarakat, mengapa praktik korupsi dalam perjalanan dinas begitu umum di kalangan anggota DPRD? Apakah tindakan curang ini semata-mata disebabkan oleh perilaku individu anggota DPRD, ataukah ada celah yang terbuka dalam sistem? Di beberapa daerah, ada anggota DPRD yang mengulangi tindakan serupa setiap tahun. Oleh karena itu, kami dari BPI KPNPA RI Sumbar meminta kepada kepala daerah untuk merancang sistem yang lebih efektif dalam mencegah kebocoran anggaran negara. Kami juga berharap BPK melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap anggota DPRD di masa mendatang, bukan hanya secara acak, untuk menghindari indikasi korupsi yang sama di kalangan anggota DPRD lainnya.
Marlis menambahkan bahwa BPI KPNPA RI Sumbar mendesak seluruh Sekretariat DPRD terkait untuk segera mengembalikan kelebihan-kelebihan pembayaran tersebut ke Rekening Kas Daerah, paling lambat 60 hari setelah LHP BPK RI 2023 ditetapkan. Namun, apabila masih ada kelebihan pembayaran yang belum kunjung dikembalikan hingga saat ini, maka hal tersebut sudah resmi masuk dalam ranah korupsi dan harus segera ditindaklanjuti oleh Aparat Hukum berwenang.
“Kejadian ini terjadi setiap tahun dan nampaknya tidak membuat efek jera kepada Anggota DPRD, karena bagi mereka ini adalah semacam pemeriksaan “untung-untungan”. Celah ini menimbulkan dua peluang bagi Anggota DPRD. Pertama, seolah-olah Uang Negara yang dititipkan kepada mereka adalah ‘pinjaman tanpa bunga’ dari Negara, sehingga oknum Anggota Dewan mengangap walaupun ada temuan BPK RI, kelebihan pembayaran tersebut masih bisa dikembalikan secara menyicil selama 60 hari tanpa bunga. Kedua, jika tidak terdapat temuan saat pemeriksaan oleh BPK RI, maka uang tersebut dianggap sebagai ‘pendapatan tambahan’ yang jumlahnya relatif besar bagi Anggota DPRD. Ini adalah asumsi/tindakan yang sangat keliru yang mana betapa naifnya pikiran seorang Anggota Dewan,” ujar Marlis.
“Hal tersebut menyebabkan asumsi mereka terhadap korupsi bukanlah sebuah hal yang salah, serta selalu ada celah untuk lolos. Kami berharap ke depannya ada peningkatan pengawasan BPK terhadap Anggota DPRD secara menyeluruh, bukan secara acak, karena kami meyakini potensi hal serupa juga ada pada Anggota DPRD yang tidak diperiksa. Kedua, kami meminta Sekretaris Dewan untuk teliti dalam penganggaran dan pertanggungjawawabn keuangan Anggota DPRD agar tidak terjadi kebocoran lainnya. Ketiga, kepada Anggota DPRD, gunakanlah uang perjalanan dinas sesuai dengan kebutuhan, dan gunakanah hati nurani sebagai seorang Pejabat yang dipilih oleh rakyat. Terakhir, kepada Aparat Hukum (Kepolisian dan Kejaksaan) agar melakukan pemeriksaan secara tegas tanpa toleransi ketika ditemukan kasus korupsi di DPRD dan diproses secara hukum agar ada efek jera,” tutup Marlis. (AT)