BPISUMBARNEWS (Pasaman) – Ketidakberesan dalam pelaksanaan proyek pembangunan gedung dan bangunan milik pemerintah kembali mencuat. Kasus-kasus seperti kekurangan volume pekerjaan hingga penggelembungan pembayaran pada proyek-proyek belanja modal gedung menjadi indikasi lemahnya pengawasan dan akuntabilitas anggaran di tingkat daerah. Hal ini tidak hanya menggerus dana publik, tetapi juga berpotensi merugikan masyarakat yang seharusnya mendapat fasilitas berkualitas.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI 2023, Pemerintah Kabupaten Pasaman menganggarkan dana sebesar Rp 40.666.063.052,00 untuk Belanja Modal Gedung dan Bangunan pada tahun anggaran 2023. Pemeriksaan uji petik dilakukan oleh BPK RI dengan metode yang mencakup review dokumen dan pemeriksaan fisik di lokasi pekerjaan, yang berlangsung dari 30 Januari hingga 16 Maret 2024, bersama dengan PPK, PPTK, penyedia, dan konsultan pengawas. Dari hasil pengujian ini, ditemukan kekurangan volume pada lima paket pekerjaan di beberapa dinas terkait yang menyebabkan kelebihan pembayaran dengan total Rp 138.463.919,60, yang terdiri dari:
- Pekerjaan Gedung Kantor-Bangunan CT Scan pada RSUD Lubuk Sikaping: Kekurangan volume sebesar Rp 38.774.581,00.
- Lanjutan Pembangunan Gedung Labkesda pada Dinas Kesehatan: Kekurangan volume senilai Rp 41.173.629,55.
- Pembangunan Ruang Laboratorium Komputer beserta perabotnya pada SMPN 4 Dua Koto di bawah Dinas Pendidikan: Kekurangan volume senilai Rp 10.895.205,83.
- Pembangunan Ruang Guru, Laboratorium Komputer, dan UKS beserta perabotnya pada SDN 12 Koto Tinggi: Kekurangan volume senilai Rp 8.335.835,01.
- Lanjutan Pembangunan Gedung Kantor Dinas PMPTSP: Kekurangan volume sebesar Rp 39.284.668,20.
Isa Kurniawan, S.Si., Kepala Biro Humas DPW Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI) Sumatera Barat menyatakan bahwa temuan kekurangan volume pekerjaan ini mengindikasikan kelalaian atau ketidakpatuhan dalam pelaksanaan proyek, yang seharusnya tidak terjadi apabila ada pengawasan ketat dan akuntabilitas dari para pemangku kepentingan.
“LHP BPK RI adalah dokumen Negara yang tidak bisa dianggap becanda. Apapun temuan di dalamnya harus direspon/disikapi oleh pihak yang tercantum. Besar atau kecil temuan BPK RI harus tetap dikembalikan kepada Negara, karena itu adalah uang Negara yang harus dipertanggungjawabkan sejujur-jujurnya,” tutur Isa.
“Kepada pihak yang menyelewengkan Anggaran Daerah/Negara harus ada hukuman yang diberikan oleh Aparat Hukum, agar ada efek jera atas tindakannya. Kesalahan hitung, perbedaan harga, salah pembukuan seharusnya tidak terjadi lagi, karena para pemangku jabatan tersebut pasti bukan orang sembarangan. Mereka sebelumnya sudah diberikan pembekalan mengenai tugas dan tanggung jawab mereka, seperti Bimtek, Work Shop, seminar, dan sebagainya,” pungkas Isa.
Ia turut menambahkan bahwa kelebihan pembayaran atas kekurangan volume ini jelas merugikan daerah. Bupati Pasaman harus segera bertindak dengan memerintahkan Direktur RSUD Lubuk Sikaping, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Pendidikan, dan Kepala DPMPTSP untuk mengembalikan dana kelebihan pembayaran ini ke Kas Daerah sebesar Rp 119.232.878,76, sesuai ketentuan. Jika dalam 60 hari sejak penetapan LHP BPK RI 2023 dana tersebut belum dikembalikan, maka kasus ini sudah bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Di samping itu, BPI KPNPA RI Sumbar akan melaporkan dugaan kasus tindakan korupsi ini kepada Aparat Penegak Hukum untuk ditindaklanjuti, agar diberikan sanksi setimpal kepada para oknum korupsi,” tegas Marlis. (AT)