BPISUMBARNEWS.COM (Mentawai) – Kabupaten Kepulauan Mentawai belakangan ini menjadi perhatian banyak pihak terkait dengan maraknya pendirian perusahaan oleh warga negara asing (WNA), khususnya di sektor pariwisata.
Banyak dari mereka yang menggunakan jalur menikahi masyarakat lokal untuk mempermudah proses pendirian perusahaan di wilayah ini. Padahal, menurut peraturan yang berlaku, WNA tidak diperbolehkan untuk mendirikan perusahaan tanpa melalui prosedur yang sah dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada.
Peraturan perundang-undangan Indonesia yang mengatur tentang larangan pendirian perusahaan oleh WNA di Indonesia, khususnya di bidang yang tidak dapat dimiliki sepenuhnya oleh asing, termaktub dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa penanaman modal asing hanya boleh dilakukan di sektor-sektor tertentu yang telah diatur dan tidak boleh mengorbankan kepentingan nasional, apalagi jika dilakukan dengan cara yang tidak transparan dan tidak sesuai aturan.
Ironisnya, banyak dari perusahaan asing ini bergerak di bidang pariwisata seperti resort, homestay, hotel, restoran, hingga jasa liburan surfing, yang memang menjadi daya tarik utama Mentawai.
Namun, meskipun sektor ini berkembang pesat, keberadaan perusahaan asing tidak memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Mentawai.
Selain itu,Banyak tenaga kerja lokal yang hanya mendapat pekerjaan dengan upah rendah, sementara keuntungan besar justru mengalir ke pihak asing.
Tuhowolo Telambanua, S.I.P., Ketua Dewan Perwakilan Daerah Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (DPD BPI KPNPA RI) Kabupaten Kepulauan Mentawai, mengungkapkan terdapat salah satu WNA yang mendirikan usaha tanpa izin di Mentawai.
“Kami menjumpai seorang WNA bernama Kan. Dia mengaku sebagai asli putra daerah (Mentawai) dan istrinya orang Mentawai suku Sababalat. Padahal mereka tidak ada surat nikah yang resmi. Mereka hanya punya perjanjian di atas materai. Ini adalah salah satu modus berbisnis di Mentawai,” jelas Tuhowolo/Delau.
Delau mengungkapkan, “Keberadaan perusahaan asing yang tidak memiliki izin resmi dan tidak berkontribusi pada ekonomi lokal adalah suatu pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang ada. Lebih dari itu, ini tidak memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar,” ungkapnya, Selasa (18/2/25)
“Kita harus memastikan bahwa sumber daya alam dan potensi pariwisata di Mentawai dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat setempat, bukan hanya untuk keuntungan segelintir pihak asing,” tegas Tuhowolo.