BPISUMBARNEWS.COM (Mentawai) – Proyek ambisius untuk menerangi Pulau Siberut dengan menggunakan energi terbarukan berbahan bakar bambu, yang dicanangkan sebagai bagian dari upaya memperkenalkan energi baru dan terbarukan (EBT), kini hanya menyisakan kenangan pahit.
Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) yang dibangun di tiga lokasi di Pulau Siberut—Desa Saliguma, Madobak, dan Matotonan—seharusnya menjadi model keberlanjutan energi ramah lingkungan.
PLTBm awalnya diharapkan dapat menggantikan pembangkit diesel dan menyuplai listrik bagi 1.181 rumah tangga. Namun, kenyataannya jauh dari harapan.
Sabaria, salah satu penduduk Desa Matotonan menyampaikan aduan kepada Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI) Kabupaten Kepulauan Mentawai (18/02/2025).
“Gedung PLTBm sudah mati seperti rumah hantu. Pemerintah seperti tidak mengurusnya dan tidak peduli. Padahal, bangunan itu terletak di Desa madobak, kampung mantan Bupati Yudas Sabagat,” keluhnya.
Kepala Kelistrikan PLTBm Madobak, Theofilus Sauddeinu, mengungkapkan, “Jika ditotal, PLTBm hanya menyala sekitar 6 bulan, dalam rentang tahun 2019 hingga 2020,” ungkapnya dalam wawancara dengan projectmultatulli.org.
Pada akhir 2020, PLTBm mengalami kerusakan mesin yang parah dan tidak bisa lagi digunakan. PLN kemudian mengambil alih dengan mesin diesel miliknya.
Namun, kini proyek tersebut tidak lebih dari pemborosan anggaran yang merugikan negara lebih dari Rp 500 miliar.
PLTBm yang mulai beroperasi pada 2019 dengan kapasitas total 700 kW, hanya bertahan sebentar. Meskipun pada awalnya proyek ini diharapkan dapat menggantikan pembangkit listrik diesel yang beroperasi sebelumnya, kenyataannya, proyek ini gagal berfungsi sesuai rencana.
Keberadaan pembangkit listrik di pedalaman Siberut ini adalah bagian dari program Jelajah Mentawai Terang yang bersumber dari dana hibah Millennium Challenge Corporation Compact (MCC) bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia, melalui Millennium Challenge Account Indonesia (MCA-I).
Adapun nilai proyeknya mencapai USD12,4 juta, dan dikerjakan oleh kontraktor seperti PT Charta Putra Indonesia, PT IKPT, dan PT Ekologika.
Usai diresmikan oleh Menteri/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro pada September 2019, PLTBm diserahkan ke Pemkab Mentawai dan menjadi aset pemda setempat. Setahun kemudian, Bupati Mentawai saat itu, Yudas Sabaggalet, menugaskan Perumda Kemakmuran sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pemeliharaan, serta penjualan hasil produksi Pt.perusahaan Daerah kemakmuran Mentawai.
Seiring berjalannya waktu, PLTBm mengalami kerusakan mesin yang menghambat pengoperasiannya.
Pada akhir 2020, mesin pembangkit di PLTBm Madobak rusak parah, dan akhirnya PLN terpaksa menggantikan sistem dengan mesin diesel.
Setelah kerusakan tersebut, masalah baru muncul akibat sengketa lahan dengan suku setempat, yang menyebabkan penutupan PLTBm pada Maret 2022. Penutupan ini semakin memperburuk keadaan dengan maraknya penjarahan dan perusakan komponen pembangkit listrik.
Meskipun Perusda Kemakmuran Mentawai, yang diberi tanggung jawab untuk memelihara dan mengelola PLTBm, sempat menerima subsidi dari anggaran daerah untuk operasional proyek, tak ada upaya serius untuk memperbaiki dan memastikan keberlanjutan proyek tersebut.
Hingga akhirnya, Perusda Kemakmuran Mentawai menyerah pada Januari 2022, dan PLTBm menjadi sebuah proyek mati yang membawa kerugian besar bagi negara.
Kondisi PLTBm di tiga lokasi kini sangat memprihatinkan. Komponen pembangkit listrik yang sangat mahal dan seharusnya digunakan untuk menyediakan listrik berkelanjutan bagi masyarakat malah diambil dan dijarah.
Dilansir dari projectmultatulli.org, Kepala Desa Madobak, Yohanes Tasirikeru, menyebutkan bahwa aset negara yang seharusnya dilindungi justru menjadi sasaran tindakan tidak bertanggung jawab.
“Sejak satu tahun terakhir, PLTBm ini mati dan mulai dipreteli oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,” ungkapnya.
Kepala Dusun Onga, Desa Matotonan, Ridwan, juga menyesalkan kerusakan dan penjarahan yang terus terjadi meskipun sudah ada upaya pencegahan dengan mengimbau warga agar tidak mengambil barang dari PLTBm. Namun, hasrat untuk memperoleh keuntungan dari barang-barang yang ditinggalkan di lokasi proyek tidak terbendung.
Dalam hal ini, masyarakat meminta Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai seharusnya lebih tegas dalam mengelola dan mempertanggungjawabkan proyek tersebut.
Namun, upaya Perumda Kemakmuran untuk bertahan mengelola pembangkit listrik ini tidak maksimal, dan dalam waktu dua tahun, mereka gagal menjalankan proyek dengan baik, menyebabkan kerugian lebih dari Rp 500 miliar.
Sementara itu, Tuhowolo Telambanua, S.I.P., Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI) Kabupaten Kepulauan Mentawai, menyatakan keprihatinannya atas mangkraknya proyek ini.
Ia menegaskan, proyek ini tidak hanya gagal secara teknis, tetapi juga berpotensi terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi.
“Kami akan melakukan penelitian lebih lanjut terkait penyalahgunaan anggaran dan kelalaian pengelolaan proyek ini yang merugikan negara. Kami menduga ada dugaan korupsi yang harus dipertanggungjawabkan. Dan jika nantinya ditemukan, maka kami siap melaporkan temuan dugaan korupsi kepada Aparat Hukum (APH) berwenang, agar segera diusut tuntas,” tegas Telambanua, atau akrab disapa Delau, Selasa (18/2/25).
Delau menambahkan, “Kasus ini menjadi bukti nyata bagaimana proyek yang semula berpotensi besar untuk memberikan dampak positif justru berakhir menjadi pemborosan anggaran, merugikan masyarakat, dan menambah deretan kegagalan pengelolaan proyek pemerintah. Ke depan, perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap manajemen proyek serupa agar kejadian serupa tidak terulang.”
“Jangan lagi Perusda Kemakmuran Mentawai atau Pemerintahnya berambisi lagi mengerjakan proyek-proyek besar yang ujung-ujungnya selalu rugi. Lebih baik pikirkan dahulu matang-matang, setelah itu baru dieksekusi,” tegas Delau. (at)