spot_img
spot_imgspot_img
BerandaNasionalModus Korupsi di Sekolah

Modus Korupsi di Sekolah

BPISUMBARNEWS – Sekolah menjadi harapan terbesar para orang tua siswa untuk menitipkan anak-anaknya agar mendapatkan pendidikan yang bisa menjadi jalan menuju kesuksesan di kemudian hari. Selain mendapatkan ilmu dari para guru, para siswa juga akan dibentuk karakternya, mengasah minat dan bakat, dan mendapatkan fasilitas-fasilitas yang memadai demi menunjang hal-hal tersebut. Dan, pemerintah turut membantu kelancaran kegiatan belajar mengajar di sekolah dengan memberikan beasiswa/Dana BOS, bantuan, dan anggaran-anggaran lainnya, sehingga para siswa di sekolah negeri (khususnya) tidak perlu lagi membayar uang sekolah, alias gratis.

Demi kelancarannya, Sekolah memiliki beberapa sumber dana yang menunjang operasional kegiatan dan meringankan beban-beban uang sekolah para peserta didik. Namun, dalam proses penurunan dana tersebut hingga sampai ke hal semestinya, terdapat beberapa oknum yang sengaja memanfaatkan celah tersebut demi meraup keuntungan pribadi. Sehingga, pembiayaan sekolah yang seharusnya bukan menjadi tanggung jawab orang tua siswa menjadi beban yang mau tidak mau harus dibayarkan, agar anak mereka tetap bisa bersekolah.

Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI) Sumbar menyoroti kejanggalan ini dan meneliti lebih dalam tentang potensi-potensi korupsi di sekolah yang dijadikan modus para oknum korupsi menyelewengkan dana sekolah. Setelah pengkajian secara mendalam, BPI KPNPA RI Sumbar menguraikan beberapa sumber pembiayaan sekolah dan apa saja potensi korupsi yang bisa terjadi, dengan uraian sebagai berikut:

  1. Dana BOS

Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah program yang diluncurkan oleh pemerintah pusat untuk membantu pembiayaan operasional sekolah, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun lembaga pendidikan swasta. Dana ini bertujuan untuk memastikan kualitas pendidikan di Indonesia tetap terjaga, dengan mengurangi beban biaya yang harus ditanggung oleh sekolah. Meski demikian, karena besarnya dana yang dialokasikan untuk berbagai kegiatan di sekolah, potensi penyalahgunaan atau korupsi dalam penggunaannya juga cukup besar. Berikut adalah beberapa potensi penyalahgunaan dana BOS:

  • Pengadaan barang melalui SIPLAH

SIPLAH (Sistem Informasi Pengadaan Sekolah) adalah sistem yang digunakan untuk memfasilitasi proses pengadaan barang dan jasa di sekolah. Namun, dalam praktiknya, seringkali terjadi penyalahgunaan dalam sistem ini, di mana pihak penyedia barang atau jasa memberikan komisi kepada pihak sekolah agar dapat memenangkan proses pengadaan. Penyalahgunaan ini membuat SIPLAH seolah menjadi wadah korupsi yang dilegalkan, karena pihak sekolah terkadang menyerahkan akun SIPLAH mereka sepenuhnya kepada penyedia barang, yang akhirnya berisiko menciptakan transaksi tidak transparan. Fenomena ini berpotensi menyebabkan pemborosan anggaran sekolah, karena harga barang yang seharusnya bisa dibeli dengan harga wajar, justru dimark up dengan harga yang jauh lebih tinggi.

  • Pekerjaan konstruksi/Renovasi

Salah satu alokasi dana BOS adalah untuk pekerjaan konstruksi atau renovasi fasilitas sekolah. Dalam hal ini, potensi penyalahgunaan bisa muncul melalui penggelembungan harga material bangunan, penurunan kualitas pekerjaan konstruksi, atau bahkan proyek yang tidak sesuai dengan spesifikasi. Misalnya, kontraktor yang menang tender bisa memberikan potongan harga kepada pihak sekolah dengan imbalan komisi tertentu. Jika tidak ada pengawasan yang ketat, pembangunan fasilitas sekolah yang seharusnya meningkatkan kualitas pendidikan justru bisa menjadi sarana untuk melakukan korupsi.

  • Ekstrakurikuler
BACA JUGA  Ketua IWAPI Dharmasraya Raih Juara 2 Perempuan Pengusaha Berprestasi

Penggunaan dana BOS juga mencakup kegiatan ekstrakurikuler yang bertujuan untuk mendukung pengembangan minat dan bakat siswa. Namun, dalam beberapa kasus, dana yang dialokasikan untuk kegiatan ekstrakurikuler bisa disalahgunakan, misalnya dengan penyimpangan dalam pelaporan kegiatan atau biaya yang tidak wajar. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembelian perlengkapan olahraga atau seni, justru digunakan untuk kepentingan pribadi oknum yang tidak bertanggung jawab, atau dengan cara-cara yang tidak transparan.

  • Assessment dan evaluasi pembelajaran

Assessment dan evaluasi pembelajaran adalah bagian penting dalam memastikan bahwa proses pendidikan berjalan dengan baik. Dana BOS digunakan untuk membiayai kegiatan ini, termasuk biaya penyusunan soal ujian, pembayaran honorarium penguji, dan alat evaluasi. Potensi penyalahgunaan dapat terjadi dalam bentuk manipulasi anggaran untuk kegiatan ini, misalnya dengan merilis soal ujian yang tidak sesuai dengan standar, atau menerima komisi dari penyedia layanan evaluasi yang tidak kompeten. Akibatnya, proses evaluasi pendidikan bisa menjadi tidak objektif, dan kualitas pendidikan yang seharusnya dinilai dengan akurat menjadi terganggu.

  • Administrasi pendidikan

Administrasi pendidikan adalah kegiatan rutin yang mencakup pengelolaan dokumen dan data siswa, kepegawaian, serta kegiatan lainnya yang mendukung kelancaran operasional sekolah. Meskipun dana BOS digunakan untuk membiayai kegiatan administrasi, seringkali terjadi ketidakwajaran dalam alokasi anggaran ini. Misalnya, dana yang seharusnya digunakan untuk operasional administrasi sekolah bisa saja disalahgunakan untuk kepentingan pribadi oknum di dalam sekolah. Selain itu, ada juga potensi penyalahgunaan dalam pembelian alat tulis kantor (ATK) dan perlengkapan administrasi lainnya yang tidak sesuai kebutuhan atau dibeli dengan harga yang jauh lebih tinggi dari harga pasaran.

  • Pelatihan

Pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru dan staf sekolah merupakan salah satu program yang didanai oleh dana BOS. Namun, dalam beberapa kasus, pelatihan yang diadakan bisa menjadi ajang untuk memperoleh keuntungan pribadi bagi penyelenggara pelatihan. Misalnya, oknum yang memiliki akses terhadap pengalokasian anggaran BOS bisa melakukan mark up harga untuk kegiatan pelatihan yang seharusnya bisa dilaksanakan dengan biaya lebih rendah. Bahkan, dalam beberapa kasus, pelatihan yang dilaksanakan tidak memberikan manfaat nyata bagi pengembangan profesionalisme guru, tetapi justru menjadi celah bagi terjadinya penyalahgunaan dana.

  • Honor guru

Penggunaan dana BOS juga mencakup pembiayaan untuk honor guru, terutama bagi guru honorer yang belum menerima gaji tetap dari pemerintah. Namun, dalam prakteknya, potensi korupsi dapat muncul jika pihak sekolah atau pihak terkait melakukan mark up honorarium guru atau membayar guru honorer dengan nominal yang lebih rendah dari ketentuan yang ada. Selain itu, transparansi dalam penyaluran honor guru juga menjadi penting, karena sering kali tidak terpantau dengan baik apakah honor yang diterima oleh guru sudah sesuai dengan jumlah yang seharusnya atau terdapat pemotongan yang tidak sah.Uang transportasi, dll.

  1. Iuran Komite

Iuran Komite dibeberapa sekolah menjadi beban pungutan para orang tua siswa yang terkadang menjadi syarat dari berbagai hal. Iuran ini juga menjadi ‘lahan basah’ korupsi, yang mana digunakan untuk:

  • Pendapatan tambahan untuk Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Guru, dan Komite
  • Pengadaan barang
  • Pekerjaan konstruksi
  • Perbaikan peralatan sekolah
  • Ekstrakurikuler
  • Rapat, Bimtek, dll
  • Uang transportasi
  • Belanja makan dan minum
  1. Bisnis Pakaian Seragam Sekolah
BACA JUGA  Carut-marut Peningkatan Jalan dan Pembangunan Jembatan Bailey di Siberut

Baru-baru ini BPI KPNPA RI Sumbar mendalami bisnis Pakaian Seragam di Sekolah yang menggiurkan para oknum korupsi. Sektor ini kerap dimonopoli pihak penyedia yang bekerja sama dengan sekolah, atau juga kolusi. Selain itu, penggelembungan harga/mark up harga jual satuan pakaian seragam menjadi salah satu cara para ‘tangan kotor’ mencari keuntungan.

  1. Grup Parenting Kelas

Kegiatan ini baru-baru ini dibentuk di beberapa sekolah, khususnya wilayah Sumatera Barat, dengan tujuan awal untuk menjalin silaturahmi, komunikasi, dan mendekatkan para wali murid dengan wali kelas, serta siswanya. Namun, kegiatan tersebut tidak lepas dari potensi untuk korupsi, yang mana modusnya adalah meminta para wali murid untuk iuran membeli barang kebutuhan kelas.

  1. Dana Pokir Anggota DPRD Provinsi

Dana Pokir adalah dana yang bersumber dari APBD yang diusulkan oleh Anggota Dewan dari dapil tersebut. Namun, dana ini sering digunakan menjadi tambahan pendapatan oleh Anggota DPRD melalui rekanan/pihak yang mengerjakan. Dana ini banyak digunakan menjadi pelung korupsi para Anggota Dewan, dengan meminta komisi dari Dana Pokir yang dititipkan ke sekolah. Dana-dana bantuan pemerintah di atas memiliki potensi untuk ‘digelapkan’, yang mana seharusnya digunakan untuk pengadaan barang, Swakelola, pelatihan, dll.

  1. LKS/Buku

Lembar Kerja Siswa (LKS) dan buku pelajaran merupakan bagian penting dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Potensi celah korupsi yang dapat terjadi dalam pengadaan LKS atau buku meliputi penentuan harga yang tidak wajar atau pengadaan yang tidak transparan. Misalnya, pihak sekolah dapat melakukan mark-up harga buku atau LKS yang dibeli dengan harga jauh lebih tinggi dari harga pasar, atau bahkan membeli buku yang kualitasnya buruk meskipun harga yang dibayar sangat mahal. Oknum-oknum yang terlibat dalam pengadaan ini bisa memperoleh keuntungan pribadi dari selisih harga, atau melalui komisi yang diterima dari penerbit atau distributor buku tertentu. Selain itu, ada juga kemungkinan adanya pembelian buku yang tidak diperlukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, dengan alasan bahwa buku tersebut adalah bagian dari program kurikulum yang sedang berjalan, padahal tidak relevan dengan kebutuhan pembelajaran.

  1. Ekstrakurikuler/Studi Banding

Dalam hal studi banding, potensi korupsi bisa terjadi melalui pemborosan anggaran dalam hal transportasi, akomodasi, atau konsumsi yang melebihi kebutuhan, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi atau komisi dari penyedia jasa perjalanan. Selain itu, ada kemungkinan bahwa perjalanan studi banding yang diklaim sebagai kegiatan edukatif, sebenarnya hanya dijadikan alasan untuk liburan pribadi bagi pihak tertentu. Pihak yang mengatur perjalanan tersebut bisa memanfaatkan kegiatan ini untuk mendapatkan keuntungan dari perjalanan yang tidak terkait langsung dengan peningkatan kualitas pendidikan, seperti mendapatkan diskon atau fasilitas khusus dari hotel dan restoran dengan imbalan komisi.

  1. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)
BACA JUGA  Awas!!! Jebakan Dana Pokir: Antara Kewenangan dan Pelanggaran Hukum

Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) adalah momen penting dalam setiap sekolah. Meskipun PPDB harusnya berlangsung secara transparan dan adil, celah korupsi tetap bisa terjadi. Salah satu bentuk potensi korupsi dalam proses PPDB adalah pungutan liar (illegal fees), di mana calon siswa atau orang tua siswa dipungut biaya pendaftaran atau biaya lainnya yang tidak tercantum dalam ketentuan resmi. Pungutan ini bisa terjadi dalam berbagai bentuk, seperti biaya “administrasi khusus” yang dikenakan kepada siswa tertentu, atau bahkan “biaya percepatan” agar siswa bisa diterima tanpa melalui proses seleksi yang seharusnya.

Selain itu, penyelewengan dalam proses seleksi juga bisa terjadi, seperti mengutamakan siswa yang memiliki hubungan dekat dengan pihak pengelola sekolah atau pejabat terkait, meskipun siswa tersebut tidak memenuhi persyaratan seleksi. Oknum yang memiliki kewenangan dalam menentukan kelulusan atau penerimaan siswa dapat memanipulasi hasil seleksi untuk menguntungkan pihak tertentu, misalnya dengan menerima siswa yang sebenarnya tidak memenuhi kriteria, tetapi memberikan keuntungan dalam bentuk uang atau barang.

Berdasarkan kondisi potensi dan ‘carut marut’ dunia pendidikan hari ini, BPI KPNPA RI Sumbar telah melakukan penelitian secara komprehensif, saksama, dan melakukan konsultasi bersama berbagai pihak, maka merekomendasikan beberapa hal kepada pihak Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat, Kepala Bidang, Kepala Sekolah, Komite Sekolah, dan jajaran terkait untuk:

  1. Pengawasan penggunaan Dana BOS secara ketat.
  2. Dinas Pendidikan harus mencopot Kepala Sekolah yang masih melakukan korupsi agar ada efek jera
  3. Apabila masih ditemukan penyimpangan Dana BOS, maka harus dilaporkan ke Aparat Penegak Hukum
  4. Hentikan seluruh iuran komite, kecuali dalam bentuk sumbangan sukarela.
  5. Stop bisnis Pakaian Seragam di sekolah.
  6. Stop Grup Parenting Kelas.
  7. Pengawasan pekerjaan yang dananya berasal dari APBD/Dana Pokir Anggota DPRD Provinsi

Drs. H. Marlis, M.M, selaku Ketua BPI KPNPA RI Sumbar menyoroti hal di atas dan menegaskan kepada para pejabat/pemegang kekuasaan di sekolah agar menghentikan segala bentuk Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta monopoli di satuan pendidikan.

“Pendidikan yang menjadi sektor yang mulia jangan sampai dikotori oleh oknum-oknum ‘lapar’ yang tidak akan pernah cukup-cukupnya mengeruk keuntungan pribadi dari Dana Sekolah. Kami akan selalu mengawasi segala bentuk potensi-potensi korupsi yang bisa terjadi di sekolah, agar dana tersebut bisa tersalurkan secara baik untuk anak-anak bangsa,” ujar Marlis.

Marlis menambahkan celah-celah di atas tidak menutup kemungkinan juga terjadi di daerah-daerah lainnya di Sumatera Barat, dan juga bisa saja terjadi di sekolah-sekolah negeri di bawah Kemeterian Pendidikan Dasar dan Menegah, maupun Kementerian Agama.

“Korupsi di sekolah seolah sudah menjadi rahasia umum yang disembunyikan sekolah dan tranparansi anggaran tidak diperlihatkan kepada orang tua siswa. Kami meminta untuk seluruh pihak sekolah agar menghentikan segala bentuk KKN, dan apabila ke depannya masih ditemukan hal tersebut terjadi di ligkungan sekolah, BPI KPNPA RI Sumbar tidak akan ragu melaporkannya ke Aparat Penegak Hukum berwenang agar bisa diproses secara hukum yang berlaku,” tegas Marlis. (AT)

 

 

 

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini