spot_img
spot_imgspot_img
BerandaHukumMonopoli Bisnis Pakaian Seragam Sekolah

Monopoli Bisnis Pakaian Seragam Sekolah

BPISUMBARNEWS –Puluhan tahun silam, sebelum masuk tahun ajaran baru para orang tua siswa akan membeli bahan kain di pasar, lalu menyerahkannya ke para tukang jahit untuk dibuatkan seragam sekolah sang anak. Selain itu, para orang tua juga bisa membeli seragam di berbagai toko langganannya yang ada di pasar-pasar. Peristiwa ini tanpa disadari memberikan manfaat baik untuk perputaran ekonomi bagi banyak pihak, mulai dari penjahit, penjual kain, buruh angkut pasar, hingga karyawan toko kain yang ada di pasar.

Namun, beberapa tahun terakhir Pengadaan Pakaian Seragam Sekolah menjadi salah satu usaha yang ‘gurih’ dan ‘menggoda’ bagi segelintir pengusaha untuk mendapat keuntungan. Bahkan, terdapat oknum yang mencoba memonopoli pembelian Pakaian Seragam Sekolah agar bisa menguasai bisnis ini dan mendapatkan keuntungan lebih banyak. Dampaknya, para pedagang pakaian seragam di pasar kehilangan pelanggannya sehingga merugi.

Para pedagang yang tergabung dalam Ikatan Pedagang Seragam Sekolah (IPSS), Pasar Raya, Padang menyambangi Sekretariat Dewan Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI) Sumbar (Rabu, 6/11/24) untuk menyampaikan keluhan serta keterpurukan mereka, karena imbas dari kebijakan yang memungkinkan pihak sekolah bekerja sama dengan sejumlah pemasok atau produsen tertentu. Akibatnya, para orang tua siswa dipaksa membeli seragam langsung dari pihak yang bekerja sama dengan sekolah, tanpa diberi pilihan untuk membeli di toko-toko yang telah lama beroperasi di Pasar Raya Padang.

Andrianto, salah seorang pengurus IPSS dan juga pedagang pakaian seragam sekolah menyampaikan bahwa penjualan di tokonya sedang menurun drastis akibat dari monopoli ini.

“Kalau bisa, untuk pembelian seragam-seragam itu dikembalikan lagi ke Pasar agar juga dapat membantu perekonomian para pedagang lainnya. Pembelian pakaian seragam di pasar dapat membantu menghidupkan para karyawan, buruh angkut, hingga tukang jahit. Namun, saat ini kami sebagai pemilik usaha sulit untuk membiayai semua itu,” ujar Andrianto

Menurut Andrianto, kebijakan yang memaksa orang tua membeli seragam dari pihak tertentu itu bukan hanya merugikan pedagang, tetapi juga membatasi pilihan konsumen. Pedagang di Pasar Raya, yang sudah bertahun-tahun melayani masyarakat, kini terancam gulung tikar karena kehilangan pelanggan tetap yang terpaksa membeli seragam di luar pasar.

BACA JUGA  Dugaan Korupsi Pengadaan Cathlab di RSUD M Natsir Kota Solok Tahun 2022

Sejalan dengan Andrianto, Safri yang juga pedagang pakaian seragam mengaku ‘tercekik’ dan sulit membayar gaji karyawannya saat ini.

“Dahulu omset toko saya bisa sampai Rp 50.000.000,00/bulan, akan tetapi saat ini untuk mencapai Rp 10.000.000/bulan saja rasanya sangat sulit. Saya sulit untuk membayar tiga orang karyawan saya saat ini dan selalu tekor,” tutur pemilik toko ‘Bersama’ di Pasar Raya tersebut.

Menurut keterangan Safri, terdapat satu toko pakaian seragam di wilayah Pasar Raya, yakni ‘Sheha Konpeksi’ yang bekerja sama untuk pengadaan pakaian seragam dengan banyak sekolah, sehingga membatasi pilihan konsumen.

“Toko itu mengambil dan membatasi seluruh pasar, sampai terkesan sebuah usaha monopoli. Dia bekerja sama dengan sekolah, membuat aturan, dan secara tersirat memaksa konsumen untuk hanya membeli ke tokonya karena aturan tersebut dengan cara pihak sekolah akan memberikan rekomendasi serta memo kepada orang tua siswa agar hanya membeli di “Sheha Konpeksi”. Ditambah, pakaian seragam khusus sekolah tertentu (misal: baju olahraga SMA 1) hanya dijual di toko tersebut dan tidak ada di tempat lain. Sehingga, dapat diduga adanya usaha kolusi antara “Sheha Konpeksi” dan pihak-pihak sekolah yang saling ‘menguntungkan’,” pungkasnya.

Untuk mengkonfirmasi hal tersebut, bpisumbarnews.com mencoba menghubungi Syahril, pemilik “Sheha Konpeksi” untuk memastikan kebenaran atas hal tersebut.

“Kami sudah sejak lama bekerja sama dengan sekolah. Dulu saya bisa mengisi (kebutuhan pakaian seragam) untuk 117 Sekolah. Kami datang ke sekolah untuk menawarkan kerja sama pengadaan pakaian seragam. Jika sekolah tidak ada modal untuk membeli, maka kami bisa menitipkan barang terlebih dahulu dan sekolah membayarkannya setelah terjual, dengan konsekuensi sekolah hanya boleh membeli ke toko kami. Untuk satu stel pakaian seragam SMA kami jual Rp 170.000,00 (paling murah). Memang harga kami sedikit lebih mahal dari toko lain, akan tetapi kami berani jamin kualitas,” kata Syahril.

BACA JUGA  BPI KPNPA RI Sumbar Temukan Dugaan Anggaran Fiktif pada Dinas Kesehatan Sumbar

Pemilik “Sheha Konpeksi” yang juga seorang pensiunan PNS Dinas Perindustrian Provinsi Sumatera Barat itu turut menegaskan bahwa belakangan dia juga mendengar atas tuduhan terhadap tokonya terkait monopoli yang mematikan usaha pedagang seragam lain. Syahril terbuka dan bersedia untuk didatangi guna informasi lebih lanjut.

Safri menilai harga yang dijual oleh “Sheha Konpeksi” jauh lebih mahal dari harga  yang ada di pasaran.

“Kami biasa menjual pakaian seragam SMA seharga Rp 130.000,00dengan bahan yang sama yang dijual oleh “Sheha Konpeksi” seharga Rp 170.000,00 tersebut, dan diduga selisih harga tersebut adalah jatah yang akan dibagi-bagikan kepada pihak-pihak yang bekerja sama di balik monopoli ini,” ujarnya.

Menanggapi keluhan para pedagang, Drs. H. Marlis, M.M., Ketua BPI KPNPA RI Sumbar, menyatakan bahwa pihaknya akan mendalami lebih lanjut dugaan praktik monopoli ini. “Jika benar ada praktik tersembunyi yang memaksa sekolah untuk hanya membeli seragam di satu tempat, maka kami akan mengambil tindakan tegas terhadap pihak sekolah yang terlibat,” ungkap Marlis.

Marlis menambahkan bahwa perbuatan semacam ini jelas melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2021 tentang pelaksanaan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. “Monopoli di sektor pendidikan dapat membuka celah untuk praktik korupsi dan kolusi yang merugikan banyak pihak. Kami akan memantau perkembangan kasus ini dan jika diperlukan, kami tidak segan-segan untuk melaporkan ke aparat hukum untuk ditindaklanjuti,” tegas Marlis.

Beriringan dengan kejadian di atas, juga terdapat hal yang tidak jauh berbeda pada Pengadaan Pakaian Seragam Batik SMAN/SMKN se-Sumatera Barat. Kegiatan ini juga diduga telah dimonopoli oleh beberapa oknum untuk mencari keuntungan pribadi dengan membatasi pintu penjualan pakaian tersebut hanya bisa dibeli melalui Teaching Factory SMKN 2 Padang.

BACA JUGA  Hibah Rp 29 Miliar di Biro Kesra Sumbar Tak Terpantau, Korupsi Mengintai

Pakaian Seragam Batik tersebut dijual kepada para siswa seharga Rp 120.000,00/helai, bahkan lebih mahal. BPI KPNPA RI Sumbar menduga kualitas bahan seragam batik itu tidak sebanding dengan harga yang dijual/ditetapkan. Bahkan, Koperasi Siswa SMKN 2 Padang sendiri yang terlibat dalam kerja sama tersebut menjual dengan harga yang lebih mahal, yaitu Rp 150.000,00/helai.

“Harga demikian bisa dijual lebih tinggi di daerah-daerah luar Kota Padang lainnya,” imbuh Marlis.

Mencari kebenarannya, BPI KPNPA RI Sumbar telah mencoba menanyakan  harga jual yang pantas untuk seragam tersebut kepada salah satu pedagang pakaian seragam.

“Untuk bahan seperti ini saya berani jual paling mahal Rp 70.000,00/helai, ” tutur Bobby, pemilik salah satu toko seragam di Pasar Raya, Padang.

“Kami menduga hal serupa juga terjadi di daerah-daerah lainnya di Sumatera Barat dan bisa saja melibatkan toko-toko setempat dalam praktik monopolinya. Maka dengan demikian, BPI KPNPA RI Sumbar merekomendasikan kepada seluruh pihak untuk menghentikan kolusi bisnis seragam sekolah di seluruh sekolah di Sumatera Barat, baik di bawah Kementerian Dasar dan Menengah: SDN, SMPN, SMAN, SMKN, maupun di bawah Kementerian Agama: MIN, MtsN, dan MAN. Sehingga, bisa menghidupkan ekonomi masyarakat, mulai dari para pedagang kecil pakaian seragam sekolah, penjahit, karyawannya, dan toko bahan pakaian. Rekomendasi ini perlu untuk diperhatikan dan akan dipantau oleh DPD BPI KPNPA RI se-Sumatera Barat. Dan jika masih ada sekolah yang melakukan tindakan tersebut, maka BPI KPNPA RI Sumbar akan melaporkannya kepada pihak yang berwajib, ” tutup Marlis.

Dengan adanya dugaan praktik monopoli ini, masyarakat berharap agar pihak berwenang segera melakukan penyelidikan dan menegakkan aturan yang ada untuk memastikan persaingan usaha yang sehat di Sumatera Barat. Selain itu, perlunya kebijakan yang lebih adil bagi pedagang kecil dan perlindungan terhadap hak konsumen menjadi harapan utama bagi masyarakat dan pelaku usaha lokal. (AT)

 

 

 

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini