BPISUMBARNEWS (Pesisir Selatan, Sabtu 30/11/24) – Masalah pemungutan Uang Komite di sekolah-sekolah negeri kembali mencuat ke permukaan, kali ini datang dari SMAN 1 Painan, Kabupaten Pesisir Selatan. Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI) Wilayah Sumatera Barat menerima aduan dari salah seorang orang tua murid yang merasa terbebani dan keberatan untuk membayar Uang Komite setiap bulannya, serta mempertanyakan kejelasan dan legalitas iuran yang dipungut oleh pihak sekolah.
Katu Pelajar yang digunakan untuk membayar Uang Komite di SMAN 1 Painan (Foto
Berdasarkan informasi yang diterima, setiap bulan para peserta didik di SMAN 1 Painan diminta untuk membayar Uang Komite sebesar Rp 75.000. Pemungutan ini dilakukan dengan cara memberikan “Kartu Pelajar” kepada setiap siswa. Di dalam kartu tersebut tercantum tabel pembayaran Uang Komite bulanan yang harus dipenuhi, disertai dengan tanda tangan Kepala Sekolah SMAN 1 Painan.
Drs. H. Marlis, M.M., Ketua DPW BPI KPNPA RI Sumbar mempertanyakan beberapa hal terkait kejelasan akan kejadian ini, di antaranya:
Apa dasar Hukum yang dipakai untuk melakukan Pungutan Uang Komite tersebut?
Berapa jumlah iuran Uang Komite yang terkumpul per-tahun dan digunakan untuk apa saja Dana tersebut?
Kenapa dalam “Kartu Pelajar”/buku iuran Komite Siswa tersebut yang menandatanganinya Kepala Sekolah, bukan Ketua Komite?
Terkait pertanyaan tersebut, Drs. Rasfidarmi, Kepala Sekolah SMAN 1 Painan, Kabupaten Pesisir Selatan menyatakan pihak sekolahnya tidak memaksakan iuran Uang Komite bagi siswa yang berasal dari keluarga yang tidak mampu.
“Kami membebaskan (Uang Komite) bagi keluarga yang tidak mampu, dengan persyaratan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari orang tua siswa. Besaran Uang Komite tersebut merupakan hasil keputusan bersama antara pihak sekolah dengan para orang tua siswa. Kita mengusahakan jangan sampai gara-gara uang anak kita tidak bisa sekolah,” tutur Rasfidarmi.
“Pemberlakuan Uang Komite di SMAN 1 Painan ini sudah ada sejak dulu. Bahkan, sebelum masa saya, dulu pernah kejadian penahanan Ijazah bagi 106 siswa yang belum membayar Uang Komite. Maka, saya malahan memberikan ijazah-ijazah tersebut ke para siswa tanpa harus melunasi hutang Uang Komitenya, dengan persyaratan Surat Keterangan belum bayar Uang Komite dari siswa yang bersangkutan,” jelasnya.
Ketua Komite SMAN 1 Painan, Masril turut membubuhkan tanggapannya terkait kejadian ini.
“Kita sudah rapat dan ada kesepakatan bersama orang tua siswa. Menyangkut adanya tanda tangan Kepala Sekolah dalam “Kartu Pelajar” tersebut, karena Komite tidak memungkinkan untuk datang setiap hari ke sekolah. Kita meminta Kepala Sekolah sebagai perpanjangan tangan,” ungkapnya.
“Ini kerja sosial, kami tidak ada keuntungan (materi) di sini. Jika hal seperti ini terus diributkan, kami siap mundur,” imbuh Masril.
Drs. H. Marlis kurang sepakat dengan pernyataan di atas dan merasa belum ada jawaban atas Dasar Hukum apa yang digunakan oleh pihak sekolah dalam memungut Uang Komite setiap bulannya.
“Dari komunikasi kami via telepon, Pihak Kepala Sekolah dan Ketua Komite SMAN 1 Painan seakan-akan asing dengan Permendikbud No. 75 Tahun 2016 Pasal 12 poin a dan b, yang jelas-jelas melarang sekolah melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/wali murid. Apalagi, jawaban Ketua Komite seolah enggan menjawab atas dasar hukum yang pihak mereka gunakan dalam melakukan pungutan Uang Komite di sekolahnya,” tegas Marlis.
BPI KPNPA RI Sumbar menegaskan bahwa segala bentuk pungutan di sekolah, baik sukarela atau dipaksa, yang tanpa adanya dasar hukum resmi masuk ke dalam tindak pidana, dan siapapun yang merasa dirugikan berhak untuk melapor ke Aparat Hukum.
“Orang tua siswa banyak mengaku tidak kuasa untuk mengurus SKTM, karena takut akan mempengaruhi mental anaknya nanti di sekolah. Wajar saja, sebagai orang tua pasti mengupayakan untuk menjaga harkat & martabat keluarga serta anaknya. Kami mendesak agar pihak SMAN 1 Painan segera memberikan klarifikasi dan menjelaskan alokasi dana yang diperoleh dari Uang Komite. Tidak hanya itu, pihak sekolah harus transparan dalam mengelola dana tersebut dan menyampaikan Laporan Penggunaan Dana kepada orang tua, agar transparan dan tidak ada kesalahpahaman ke depannya,” tutur Marlis.
Marlis juga menambahkan terdapat dugaan dari orang tua siswa SMAN 1 Painan bahwa Uang Komite tersebut dalam waktu dekat akan digunakan untuk membeli mobil operasional sekolah. Di samping itu, BPI KPNPA RI Sumbar turut menerima aduan terkait masalah yang sama dari salah satu orang tua siswa SMAN 2 Painan. Namun, untuk hal ini BPI KPNPA RI Sumbar akan melakukan investigasi mendalam lebih lanjut guna kebenaran dugaan tersebut.
“Berdasarkan Gerakan Berantas Korupsi dan Pungli di Sekolah (GBPKS), BPI KPNPA RI SUMBAR menyarakan apabila terdapat pungutan di sekolah yang tidak memiliki dasar hukum, maka harus segara dihentikan, karena itu akan masuk ke dalam ranah pidana. Jika masih dilakukan, maka tentu BPI KPNPA RI Sumbar akan melaporkan pungli ini ke Aparat Hukum berwenang agar ditindaklanjuti,” pungkas Marlis.
Marlis juga berharap para orang tua siswa dapat lebih berani mempertanyakan dasar hukum atas segala bentuk pungutan di lingkungan sekolah.
“Kami berharap para orang tua siswa dapat protes kepada sekolah jika terdapat kegiatan Pungli, serta tanyakan dasar hukum apa yang sekolah gunakan dalam memungut uang tersebut. Jangan takut untuk bersuara,” tutup Marlis. (AT)