BPISUMBARNEWS – Dra. Hj. Sastri Yunizarti Bakry, Akt., M.Si., CA., QIA. baru saja menerima Kathak Literary Award 2024, sebuah penghargaan bergengsi dari Bangladesh untuk para tokoh yang telah memberikan kontribusi besarnya pada sastra dunia. Penghargaan tersebut telah diserahkan kepada Sastri pada acara World Thinkers and Writers Peace Meet 2024 di Kolkata, India pada tanggal 18 s.d. 21 November 2024 lalu.
Selain Sastri, penghargaan juga turut diberikan kepada para penulis dunia lainnya, di antaranya: Ahmad Al Shahawy (Mesir), Miodrag Jaksic (Serbia), Jorge Contreras Herrera (Meksiko), dan Hussein Habasch (Kurdistan).
Mantan Direktur Perencanaan Anggaran Keuangan Daerah Ditjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri tersebut dalam penilaian panitia dipandang telah memberikan kontribusi luar biasa akan perkembangan sastra di dunia, dan penghargaan ini adalah salah satu bentuk pengakuan akan hal tersebut.
“Saya sendiri jujur merasa tidak menduga akan menerima penghargaan-penghargaan dari dunia, salah satunya Kathak Literary Award ini. Memang sejauh ini saya banyak berkecimpung dalam dunia sastra dan literasi, salah satunya adalah Minangkabau International Literary Festival yang saya dirikan,” tutur Sastri saat diwawancarai via telepon, Sabtu (23/11/24).
Disampaikan Sastri, bahwa ia telah banyak menulis buku puisi, novel, essai, karya ilmiah dan buku-bukunya telah banyak diterjemahkan ke pelbagai bahasa, seperti: Bahasa Tamil, Rusia, Cina, Inggris, dan lain-lain.
Beliau berharap Pemerintah Indonesia dapat memberikan apresiasi dan perhatian lebih akan dunia sastra dan seni yang tidak kalah penting dengan bidang ilmu lainnya.
“Saya berpikir, dunia sastra adalah dunia yang sepi, tidak segegap gempita apresiasi Pemerintah terhadap Olahraga, maupun dunia artis. Untuk itu, Pemerintah harus memberikan apresiasi lebih kepada para sastrawan, karena di Negara maju para sastrawan justru bisa mengubah kebijakan dari tulisan-tulisannya. Sayangnya, Pemerintah kita abai terhadap hal ini,” tutur penulis Hatinya tertinggal di Gaza ini.
“Saya berharap pada Pemerintah Povinsi Sumatera Barat dapat lebih memperhatikan para senimannya. Berikan perhatian dan dana yang harus dialokasikan khusus, seperti yang pernah diadakan pada zaman Gubernur Gamawan Fauzi, yang mana para seniman dan sastrawan dibantu sekitar Rp 10.000.000, dengan syarat mereka harus menghasilkan karya. Saya rasa itu bukan dana yang besar dan malahan sangat membantu untuk sebuah karya,” imbuhnya.
Sastri merasa ada tanggung jawab baru yang diembankan pada dirinya setelah menerima penghargaan bergengsi ini.
“Setelah mendapatkan penghargaan ini, saya ingin memberikan ruang kepada para sastrawan supaya mereka berkarya, akan saya berikan apresiasi pada Tahun 2025, Insyaallah. Saya juga berharap kepada para sastrawan untuk membuka pikiran untuk mau bekerja sama dengan banyak orang, itu penting. Karena, bagi saya tidak zamannya lagi kita bekerja sendiri-sendiri, mau sehebat apapun karya sastra itu, akan tetapi jika disimpan saja tidak akan ada gunanya. Maka diperlukan orang atau lembaga yang bisa mempromosikan karya tersebut. Jika pemerintah tidak bisa, maka Lembaga-lembaga yang berkaitan dan peduli terhadap literasi dan sastra harus melakukannya. Saya karena sudah diberikan penghargaan juga merasa ada tanggung jawab untuk ini,” pungkas Sastri.
Selain penghargaan ini, Sastri juga telah menerima banyak penghargaan kelas dunia lainnya, seperti Anugerah Srikandi Tun Fatimah dari Ketua Menteri Melaka yang disematkan oleh PM Abdullah Ahmad Badawi (Melaka, 2007), Adamas University untuk kontribusi dan kepeduliannya terhadap masyarakat, serta masih banyak lainnya. (AT)